twitter


Posting dari tetangga "kokonata"
Bagus untuk diambil hikmahnya

Ada seorang ikhwan yang begitu semangat menerapkan nilai-nilai Islam dalam seluruh gerak langkah dan napas kehidupannya. Penampilannya seperti ikhwan pada umumnya: memelihara jenggot, lebih suka mengenakan kemeja dan celana bahan. Bahasa percakapannya penuh dengan istilah dari planet ane-ente. Dan ia selalu berusaha menjaga pandangan dengan lawan jenisnya, terutama perempuan berjilbab.

Saat itu ia baru saja lulus SMA dan melanjutkan pendidikan di sebuah perguruan tinggi negeri di luar kota, jauh dari orang tua. Hidup sendiri dengan kucuran dana dari orang tua, membuatnya bebas melakukan apa saja. Karena sudah tercelup dalam pengaruh kehidupan islami, maka ia memilih lingkungan aktivis dakwah sebagai tempat bermukim dan beraktivitas sehari-hari.

Di SMA ia sempat menjabat sebagai ketua rohis. Tak heran jika setelah kuliah ia juga aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, bahkan sempat menduduki posisi tertinggi di BEM Fakultasnya. Di tengah berbagai kesibukan organisasi mahasiswa, ia tetap berusaha mengikuti perkuliahan dengan baik. Di sekelilingnya banyak teman-teman satu pemikiran yang siap membantunya. Ia begitu menikmati kehidupan kampus yang bisa dikondisikan secara islami. Lima tahun berlalu, ia harus meninggalkan dunia kampus yang idealis. Masuk ke dunia nyata yang penuh persaingan dan tarikan kepentingan.

Sang ikhwan kembali ke kota asalnya. Mulai jauh dari teman-teman idealnya. Ia mulai berhadapan dengan pilihan-pilihan. Seringkali pilihan tak menawarkan hal-hal positif seperti di kampus dulu. Misalnya ketika bekerja di sebuah perusahaan, ia tak bisa memilih bekerja di tempat yang memisahkan aktivitas laki-laki dan perempuan. Keinginan melaksanakan ibadah sunnah sering bersinggungan dengan kewajibannya sebagai karyawan. Ia merasa terkekang, tak bisa bebas menikmati kehidupan islami seperti di kampus dulu. Tekanan kerja semakin berat, jam kerja padat, hari libur pun terkadang harus tersita untuk urusan kerja. Stres mulai menyapa, sementara sapaan teman-teman yang menyejukkan berkurang hingga hilang sama sekali.

Setiap hari ia harus memilih. Salah satu pilihan adalah tetap bekerja di lingkungan yang kurang islami atau keluar, bebas memilih kesibukan sesuai kehendak hati, berwiraswasta misalnya. Tapi, pekerjaan menawarkan penghasilan yang cukup untuk kehidupan di masa depan, keluar dari pekerjaan berarti harus siap hidup apa adanya ditambah cap pengangguran. Ia memilih tetap bekerja, ikut arus. Puasa Senin-Kamis mulai dilewatkan, lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an jarang dilantunkan, shalat dhuha tak sempat dilakukan, melakukan shalat wajib pun terkadang curi-curi kesempatan di akhir waktu. Ia memilih kehidupan yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, menjadi lelaki kota besar pada umumnya.

***

Potongan kisah ikhwan di atas mungkin sering kita jumpai. Bukan tak mungkin ikhwan tersebut adalah teman, saudara, atau malah kita sendiri. Dulu sang ikhwan bersemangat meneriakkan kata-kata jihad di jalan Allah, sekarang seolah melempem seperti kerupuk tersiram air. Ruang dan waktu ternyata bisa mengubah seorang laki-laki yang terlihat sempurna menjadi sosok membingungkan, kalah oleh terjangan cobaan kehidupan. Orang-orang yang dulu dekat dengannya—mungkin termasuk kita juga—perlahan menjauh. Tanpa konfirmasi lebih lanjut kita mencap dirinya sebagai ikhwan futur52.

Di lain kesempatan kita pernah memergoki sang ikhwan melakukan suatu hal yang nggak-ikhwan-banget, misalnya jalan berdua dengan seorang cewek manis berpakaian seksi. Padahal kita tahu, dulu ikhwan itu paling anti dengan cewek berpakaian kurang bahan. Sekarang, kok malah terlihat mesra. Ada apa? Kita ingin menegur agak risih, bermaksud untuk konfirmasi langsung, sang ikhwan sulit ditemui, seperti menghindar. Berbagai perangai buruk lain kita temukan juga di kemudian hari. Hancurlah sosok ikhwan sejati yang dulu menjadi dambaan banyak akhwat. Beberapa dari kita mulai menjatuhkan vonis, si ikhwan sudah jadi laki-laki biasa, bukan ikhwan lagi.

Tanpa kita tahu, si ikhwan sering menangis tanpa suara. Ia sebenarnya ingin lepas dari keadaan tersebut, tapi seolah tak bisa. Si cewek seksi itu mungkin saja rekan bisnisnya, ia terlihat ramah karena aturan kantor memang harus begitu pada customer. Tanpa kita tahu si ikhwan masih berusaha mengerjakan amalan sunnah, masih berusaha bangun di sepertiga malam terakhir memohon kekuatan dari-Nya. Semua ibadah tersebut memang tak terlihat teman-teman lamanya. Ia sudah berada di dunia yang berbeda, tak terdeteksi seperti ketika di kampus atau di sekolah dulu.

Kesibukan kerja juga yang membuat ia seperti memutuskan tali silaturahim dengan teman-teman dekatnya. Sedikitnya pertemuan merentangkan jarak. Sang ikhwan kerap merasa tak enak hati kalau harus mendatangi lebih dahulu teman-teman dekatnya, terlebih jika ia termasuk orang yang introvert; sulit terbuka dengan orang lain. Ia kesepian. Ia sendiri. Di saat seperti itu, teman-teman lain yang cenderung mengajak pada kesenangan dunia mendekati. Lagi-lagi ia seperti tak punya pilihan, terjebak arus, menjadi sosok muda mentropolitan, terlihat sukses di luar, tapi batinnya kering kerontang.

Meskipun seorang ikhwan sudah terlihat sangat berbeda, percayalah, sepetak ruang di hatinya masih menyisakan kerinduan mendalam akan kehidupan yang sarat ibadah. Ia dalam keadaan menunggu seseorang untuk mengajaknya kembali: kembali mengkaji islam, melantunkan aya-ayat suci Al-Qur’an, berkomitmen mengerjakan amalan sunnah. Sayangnya ia terlalu angkuh untuk mendatangi lebih dulu. Ia lebih suka menanti, penantian yang terkadang tak pasti, sikap pasif yang sering mengecewakan banyak orang. Ketidaktahuan orang akan latar belakang sikap dan tingkah laku seorang ikhwan menjadikan prasangka meraksasa yang bukan tak mungkin bisa melahirkan sikap phobia terhadap ikhwan.

Terlepas dari segala kelebihan dan kekurangannya, seorang ikhwan tetap lelaki biasa. Punya naluri, nafsu dan bisa bertingkah laku sebagaimana lelaki pada umumnya. Yang sedikit membedakan, ia sedikit punya pemahaman tentang islam dan pernah berkecimpung dalam komunitas dakwah yang idealis. Agar tak berlebihan dan salah menilai seorang ikhwan, seorang akhwat atau siapapun juga perlu mengetahui rahasia ikhwan; gambaran umum tingkah laku seorang ikhwan. Hanya saja seorang akhwat/perempuan tak akan pernah benar-benar mengerti tingkah laku seorang ikhwan sampai ia bergaul sangat akrab dan menjalin komunikasi aktif dalam ikatan pernikahan. Jika tidak, bisa jadi rahasia ikhwan akan tetap menjadi rahasia untuk selama-lamanya.

0 komentar: