twitter


Sumber : posting pembacaanadia

Seorang teman lama menulis testimonialnya tentangku di situs friendster yang kupunya. Isi testimonial itu mengatakan bahwa aku ini adalah orang yang mudah down dan mudah kecewa. Seseorang yang lain memberikan hasil hitungan-hitungan numerologynya kepadaku berupa rangkaian kalimat yang menurutnya bukan ramalan tapi hasil analisa metafisikanya tentang aku. Meski dari seluruh rangkaian kalimat yang diberikannya padaku itu tidak semuanya tepat tapi ada satu point yang ketika kubaca aku mengiyakannya. Satu point itu berbunyi bahwa aku adalah orang yang mudah kecewa.

Ya, aku memang orang yang dulunya sukar berdamai dengan rasa kecewa. Terlebih jika aku terlalu memiliki harapan yang berlebihan akan sesuatu dan aku lupa menyediakan ruangan kosong di hati untuk menampung rasa kecewa itu. Dari hal-hal kecil saja, jika aku lupa mengubah mindsetku untuk selalu menyediakan kamar kecewa dalam hati, maka rasa kecewa itu akan balik menyerangku dan membuatku merasa sedih lebih parah lagi frustasi. Salah satu contohnya (--dan ini sering sekali terjadi) adalah ketika suamiku berjanji akan pulang kantor bareng denganku. Ini artinya dia akan merelakan diri untuk pulang tengbur (--teng langsung kabur = jam 5 pas), dan ini baginya adalah sesuatu yang sangat mahal dan jarang terjadi. Mendengar janji suami itu, yang aku lakukan adalah merubah mindsetku sedemikian rupa sehingga hanya rasa senang yang akan menempati hatiku. Asyik pulang bareng suami.. begitulah batinku bersorak gembira.

Pulang bareng dengan suami berarti aku tak perlu repot-repot berjalan dari stasiun Depok lama ke pinggir jalan raya yang cukup jauh dan melelahkan (apalagi pulang kerja aku sudah capek) untuk mencari angkutan umum, berarti pula aku tak perlu naik angkutan umum yang jalannya suka "lambat goyang", berarti pula aku tak perlu mengeluarkan uang untuk membayar ongkos angkutan umum. Berarti pula sesampai di stasiun Depok Lama (--sebelumnya, dari Jakarta ke Depok naik KRL) aku tinggal duduk manis di boncengan motor suami, memeluk erat pinggangnya, kadang-kadang juga tinggal merem tahu-tahu sudah sampai rumah. Lebih hemat dan mengasyikkan memang. Itulah sebabnya aku menyediakan ruang untuk rasa kebahagiaan di hatiku jika suami sudah berjanji mau pulang bareng.

Namun aku seringkali lupa menyisakan ruang untuk kekecewaan, aku lupa bahwa pulang tepat waktu bagi suami adalah sesuatu yang mahal dan belum pasti bisa dia lakukan. Karena suami bekerja di bagian operasional IT , maka masalah operasional kadang bisa saja datang di saat-saat di mana harusnya seorang karyawan sudah boleh pulang. Tapi itu sudah menjadi tanggung jawabnya untuk menyelesaikan masalah itu dan dia harus berkorban, bisa jadi pulang malam atau bahkan tak pulang. Dan ketika hal itu benar-benar terjadi, aku yang semula sudah mengharapkan rasa kebahagian mengisi relung hati namun ternyata justru kecewa yang datang, sementara tak ada ruang di hatiku baginya untuk bersemayam, maka rasa kecewa itu pun akan memaksa , menyerang hatiku. Dan itu kadang membuat fisikku memberontak. Aksi yang paling mudah dikeluarkan adalah ngambek (kasihan banget ya suamiku punya istri model begini..)

Ya itu hanya contoh kecil saja, betapa mudahnya aku merasa kecewa Masih banyak episode-episode kecewa yang lain dalam hidupku. Kekecewaan itu datang dikarenakan harapan yang terlalu besar, kalau kita tidak mengubah mindset kita dengan harapan yang terlalu besar, aku rasa hati kita bisa menerima datangnya rasa kecewa dengan ringan.

Menyisakan ruang kecewa khusus dalam hati, sebaiknya kita lakukan jauh-jauh hari sebelum kenyataan itu datang. Dulu, semasa jaman UMPTN, aku bisa kok menyikapi kekecewaan dengan bijak. Ketika pilihan pertamaku tidak berhasil kutembus dan justru pilihan kedua yang sebenarnya hanya cadangan saja yang diterima, aku tak lantas depresi karenanya. Itu karena jauh-jauh hari aku sudah siap untuk kecewa.

Kecewa itu memang menyakitkan, tapi kadar sakit yang dirasakan tiap orang bisa berbeda-beda, tergantung dari kekebalan dan kesiapan masing-masing individu untuk menerimanya. Sebaiknya lakukan "vaksinasi ikhlas" untuk menangkal penyakit kecewa itu datang. Aku yakin rasa ikhlas akan efektif menangkalnya.

Ikhlas menurutku adalah menerima serta meyakini bahwa segala sesuatu itu datang dari Allah dan hanya atas kehendakNya pulalah apapun bisa terjadi. Betapa ikhlas adalah obat yang sangat mujarab. Tak heran bila selama kurang lebih 20 tahun Erbe Sentanu (pemilik katahati institute) melakukan serangkaian riset , yang akhirnya menemukan sebuah metode bernama Quantum Ikhlas yang bisa dijadikan sarana untuk menjadikan pribadi-pribadi yang sukses meraih impian.

Beberapa waktu yang lalu, kami (--aku dan suami) juga terserang kecewa. Salah satu keinginan kami ternyata belum bisa terpenuhi. Mungkin karena Allah belum mengijinkannya. Kami memang sempat kecewa, tapi untung jauh-jauh hari kami sudah menelan pil ikhlas untuk menangkalnya. Sehingga ketika kecewa datang, antibody dalam tubuh yang telah menyerap rasa ikhlas pun bekerja. Sehingga kecewa itu bukan menjadi bakteri jahat namun justru menjadi bakteri baik. Dan dengan legowo kami mempersilahkan si kecewa untuk masuk ke dalam sebagian kecil ruang di hati kami sebentar saja. Ingat, hanya sebentar saja. Setelah kecewa itu pergi, kami seperti terlahir sebagai individu baru dengan semangat baru. "Rasa kecewa datang untuk menghadirkan semangat baru.." kata suamiku.

Ya begitulah kalau tubuh sudah divaksinasi dengan rasa ikhlas. Kita akan mudah berdamai dengan kecewa. Ternyata indah lho kalau kita bisa berdamai dengan rasa kecewa .

*untuk introspeksi kita semua....Smoga ada ibroh yg bisa kita petik:)

1 komentar:

  1. Artikel yang bagus dan sangat menarik.
    Ijin share kakak...
    ( ´ ▽ ` ) mαkαcíhhhh.....
    Jazakillah khoir