twitter


Goodreads dr milis tetangga...

sahabat....Pelajaran yang sangat berharga buat ISTRI juga SUAMI...

Bagi yg sudah pernah baca, luangkan waktu untuk

baca sekali lagi Ini adalah cerita sebenarnya ( diceritakan oleh Lu Di dan di edit oleh

Lian Shu Xiang )

Sebuah salah pengertian yg mengakibatkan kehancuran sebuah rumah tangga.Tatkala nilai akhir sebuah kehidupan sudah terbuka,tetapi segalanya sudah terlambat.
Membawa nenek utk tinggal bersama menghabiskan masa tuanya bersama kami, malah telah
menghianati ikrar cinta yg telah kami buat selama ini,setelah 2 tahun menikah, saya dan
suami setuju menjemput nenek di kampung utk tinggal bersama .

Sejak kecil suami saya telah kehilangan ayahnya, dia adalah satu-satunya
harapan nenek, nenek pula yg membesarkannya dan menyekolahkan dia hingga tamat kuliah.

Saya terus mengangguk tanda setuju, kami segera menyiapkan sebuah kamar yg menghadap taman untuk nenek, agar dia dapat berjemur, menanam bunga dan sebagainya. Suami berdiri didepan kamar yg sangat kaya dgn sinar matahari,tidak sepatah katapun yg terucap
tiba-tiba saja dia mengangkat saya dan memutar-mutar saya seperti adegan dalam
film India dan berkata :"Mari,kita jemput nenek di kampung".

Suami berbadan tinggi besar, aku suka sekali menyandarkan kepalaku ke dadanya yg bidang, ada suatu perasaan nyaman dan aman disana.. Aku seperti sebuah boneka kecil yg kapan saja bisa diangkat dan dimasukan kedalam kantongnya.
Kalau terjadi selisih paham diantara kami, dia suka tiba-tiba mengangkatku tinggi-tinggi diatas
kepalanya dan diputar-putar sampai aku berteriak ketakutan baru diturunkan.Aku sungguh menikmati saat-saat seperti itu.

Kebiasaan nenek di kampung tidak berubah. Aku suka sekali menghias rumah
dengan bunga segar, sampai akhirnya nenek tidak tahan lagi dan berkata kepada suami:"Istri kamu hidup foya-foya, buat apa beli bunga? Kan bunga tidak bisa dimakan?" Aku menjelaskannya kepada nenek:"Ibu, rumah dengan bunga segar membuat rumah terasa lebih nyaman dan suasana hati lebih gembira."Nenek berlalu sambil mendumel, suamiku berkata sambil tertawa: "Ibu, ini kebiasaan orang kota , lambat laun ibu akan terbiasa juga."

Nenek tidak protes lagi, tetapi setiap kali melihatku pulang sambil membawa bunga,dia tidak bisa menahan diri untuk bertanya berapa harga bunga itu, setiap mendengar jawabanku dia selalu mencibir sambil menggeleng-gelengka n kepala. Setiap membawa pulang barang belanjaan,dia selalu tanya itu berapa harganya ,ini berapa.Setiap aku jawab, dia selalu berdecak dengan suara keras.Suamiku memencet hidungku sambil berkata:"Putriku, kan kamu bisa berbohong... Jangan katakan harga yang sebenarnya." Lambat laun, keharmonisan dalam rumah tanggaku mulai terusik.

Nenek sangat tidak bisa menerima melihat suamiku bangun pagi menyiapkan sarapan pagi untuk dia sendiri, di mata nenek seorang anak laki-laki masuk ke dapur adalah hal yang sangat memalukan.

Di meja makan, wajah nenek selalu cemberut dan aku sengaja seperti tidak mengetahuinya. Nenek selalu membuat bunyi-bunyian dengan alat makan seperti sumpit dan sendok, itulah cara dia protes.

Aku adalah instrukstur tari, seharian terus menari membuat badanku sangat letih, aku tidak ingin membuang waktu istirahatku dengan bangun pagi apalagi disaat musim dingin. Nenek kadang juga suka membantuku di dapur, tetapi makin dibantu aku menjadi semakin repot, misalnya; dia suka menyimpan semua kantong-kantong bekas belanjaan, dikumpulkan bisa untuk dijual katanya.Jadilah rumahku seperti tempat pemulungan kantong plastik, dimana-mana terlihat kantong plastik besar tempat semua kumpulan kantong plastik.

Kebiasaan nenek mencuci piring bekas makan tidak menggunakan cairan pencuci, agar supaya dia tidak tersinggung, aku selalu mencucinya sekali lagi pada saat dia sudah tidur.Suatu hari, nenek mendapati aku sedang mencuci piring malam harinya, dia segera masukke kamar sambil membanting pintu dan menangis.Suamiku jadi serba salah, malam itu kami tidur seperti orang bisu, aku coba bermanja-manja dengan dia, tetapi dia tidak perduli. Aku menjadi kecewa dan marah."Apa salahku?" Dia melotot sambil berkata:"Kenapa tidak kamu biarkan saja? Apakah memakan dengan piring itu bisa membuatmu mati?"

Aku dan nenek tidak bertegur sapa untuk waktu yg cukup lama, suasana menjadi kaku. Suamiku menjadi sangat kikuk, tidak tahu harus berpihak pada siapa? Nenek tidak lagi membiarkan suamiku masuk ke dapur, setiap pagi dia selalu bangun lebih pagi dan menyiapkan sarapan untuknya, suatu kebahagiaan terpancar di wajahnya jika melihat suamiku makan dengan lahap, dengan sinar mata yang seakan mencemohku sewaktu melihat padaku, seakan berkata dimana tanggung jawabmu sebagai seorang istri?

Demi menjaga suasana pagi hari tidak terganggu, aku selalu membeli makanan diluar pada saat berangkat kerja. Saat tidur, suami berkata:"Lu di, apakah kamu merasa masakan ibu tidak enak dan tidak bersih sehingga kamu tidak pernah makan di rumah?" sambil memunggungiku dia berkata tanpa menghiraukan air mata yg mengalir di kedua belah pipiku..Dan dia

akhirnya berkata:"Anggaplah ini sebuah

permintaanku, makanlah bersama

kami setiap pagi.."Aku mengiyakannya dan

kembali ke meja makan yg serba

canggung itu.

Pagi itu nenek memasak bubur, kami sedang makan

dan tiba-tiba ada suatu

perasaan yg sangat mual menimpaku, seakan-akan isi

perut mau keluar

semua.Aku menahannya sambil berlari ke kamar

mandi, sampai disana aku

segera mengeluarkan semua isi perut... Setelah

agak reda, aku melihat

suamiku berdiri didepan pintu kamar mandi dan

memandangku dengan sinar

mata yg tajam, diluar sana terdengar suara

tangisan nenek dan

berkata-kata dengan bahasa daerahnya. Aku terdiam

dan terbengong tanpa

bisa berkata-kata. Sungguh bukan sengaja aku

berbuat demikian!.

Pertama kali dalam perkawinanku, aku bertengkar

hebat dengan suamiku,

nenek melihat kami dengan mata merah dan berjalan

menjauh..suamiku

segera mengejarnya keluar rumah.

Menyambut anggota baru tetapi dibayar dengan nyawa

nenek.

Selama 3 hari suamiku tidak pulang ke rumah dan

tidak juga meneleponku.

Aku sangat kecewa, semenjak kedatangan nenek di

rumah ini, aku sudah

banyak mengalah, mau bagaimana lagi? Entah kenapa

aku selalu merasa mual

dan kehilangan nafsu makan ditambah lagi dengan

keadaan rumahku yang

kacau, sungguh sangat menyebalkan. Akhirnya teman

sekerjaku berkata:"Lu

Di, sebaiknya kamu periksa ke dokter."Hasil

pemeriksaan menyatakan aku

sedang hamil. Aku baru sadar mengapa aku mual-mual

pagi itu. Sebuah

berita gembira yg terselip juga kesedihan. Mengapa

suami dan nenek

sebagai orang yg berpengalaman tidak berpikir

sampai sejauh itu?

Di pintu masuk rumah sakit aku melihat suamiku, 3

hari tidak bertemu dia

berubah drastis, muka kusut kurang tidur, aku

ingin segera berlalu

tetapi rasa iba membuatku tertegun dan

memanggilnya. Dia melihat ke

arahku tetapi seakan akan tidak mengenaliku lagi,

pandangan matanya

penuh dengan kebencian dan itu melukaiku. Aku

berkata pada diriku

sendiri, jangan lagi melihatnya dan segera

memanggil taksi. Padahal aku

ingin memberitahunya bahwa kami akan segera

memiliki seorang anak. Dan

berharap aku akan diangkatnya tinggi-tinggi dan

diputar-putar sampai aku

minta ampun tetapi..... mimpiku tidak menjadi

kenyataan. Didalam taksi

air mataku mengalir dengan deras. Mengapa kesalah

pahaman ini berakibat

sangat buruk?

Sampai di rumah aku berbaring di ranjang

memikirkan peristiwa tadi,

memikirkan sinar matanya yg penuh dengan

kebencian, aku menangis dengan

sedihnya. Tengah malam,aku mendengar suara orang

membuka laci, aku

menyalakan lampu dan melihat dia dgn wajah

berlinang air mata sedang

mengambil uang dan buku tabungannya. Aku

nenatapnya dengan dingin tanpa

berkata-kata. Dia seperti tidak melihatku saja dan

segera berlalu.

Sepertinya dia sudah memutuskan utk meninggalkan

aku. Sungguh lelaki yg

sangat picik, dalam saat begini dia masih bisa

membedakan antara cinta

dengan uang. Aku tersenyum sambil menitikan air

mata.

Aku tidak masuk kerja keesokan harinya, aku ingin

secepatnya membereskan

masalah ini, aku akan membicarakan semua masalah

ini dan pergi

mencarinya di kantornya.Di kantornya aku bertemu

dengan seketarisnya yg

melihatku dengan wajah bingung..."Ibunya pak

direktur baru saja mengalami

kecelakaan lalu lintas dan sedang berada di rumah

sakit.. Mulutku terbuka

lebar.Aku segera menuju rumah sakit dan saat

menemukannya, nenek sudah

meninggal. Suamiku tidak pernah menatapku,

wajahnya kaku. Aku memandang

jasad nenek yg terbujur kaku. Sambil menangis aku

menjerit dalam

hati:"Tuhan, mengapa ini bisa terjadi?"

Sampai selesai upacara pemakaman, suamiku tidak

pernah bertegur sapa

denganku,

jika memandangku selalu dengan pandangan penuh

dengan kebencian.

Peristiwa kecelakaan itu aku juga tahu dari orang

lain, pagi itu nenek

berjalan ke arah terminal, rupanya dia mau kembali

ke kampung. Suamiku

mengejar sambil berlari, nenek juga berlari makin

cepat sampai tidak

melihat sebuah bus yg datang ke arahnya dengan

kencang. Aku baru

mengerti mengapa pandangan suamiku penuh dengan

kebencian. Jika aku

tidak muntah pagi itu, jika kami tidak bertengkar,

jika........ ......dimatanya, akulah penyebab

kematian nenek.

Suamiku pindah ke kamar nenek, setiap malam pulang

kerja dengan badan

penuh dengan bau asap rokok dan alkohol. Aku

merasa bersalah tetapi juga

merasa harga diriku terinjak-injak. Aku ingin

menjelaskan bahwa semua

ini bukan salahku dan juga memberitahunya bahwa

kami akan segera

mempunyai anak. Tetapi melihat sinar matanya, aku

tidak pernah

menjelaskan masalah ini. Aku rela dipukul atau

dimaki-maki olehnya

walaupun ini bukan salahku. Waktu berlalu dengan

sangat lambat.Kami

hidup serumah tetapi seperti tidak mengenal satu

sama lain. Dia pulang

makin larut malam. Suasana tegang didalam rumah.

Suatu hari, aku berjalan melewati sebuah café,

melalui keremangan lampu

dan kisi-kisi jendela, aku melihat suamiku dengan

seorang wanita

didalam. Dia sedang menyibak rambut sang gadis

dengan mesra. Aku

tertegun dan mengerti apa yg telah terjadi. Aku

masuk kedalam dan

berdiri di depan mereka sambil menatap tajam

kearahnya. Aku tidak

menangis juga tidak berkata apapun karena aku juga

tidak tahu harus

berkata apa. Sang gadis melihatku dan ke arah

suamiku dan segera hendak

berlalu. Tetapi dicegah oleh suamiku dan menatap

kembali ke arahku

dengan sinar mata yg tidak kalah tajam dariku. Suara

detak jangtungku

terasa sangat keras, setiap detak suara seperti

suara menuju kematian.

Akhirnya aku mengalah dan berlalu dari hadapan

mereka, jika tidak..

mungkin aku akan jatuh bersama bayiku dihadapan

mereka.

Malam itu dia tidak pulang ke rumah. Seakan

menjelaskan padaku apa yang

telah terjadi. Sepeninggal nenek, rajutan cinta

kasih kami juga

sepertinya telah berakhir. Dia tidak kembali lagi

ke rumah, kadang

sewaktu pulang ke rumah, aku mendapati lemari

seperti bekas dibongkar.

Aku tahu dia kembali mengambil barang-barang

keperluannya. Aku tidak

ingin menelepon dia walaupun kadang terbersit

suatu keinginan untuk

menjelaskan semua ini. Tetapi itu tidak

terjadi..... ...., semua berlalu

begitu saja.

Aku mulai hidup seorang diri, pergi check

kandungan seorang diri. Setiap

kali melihat sepasang suami istri sedang check

kandungan bersama, hati

ini serasa hancur. Teman-teman menyarankan agar

aku membuang saja bayi

ini, tetapi aku seperti orang yg sedang histeris

mempertahankan

miliknya. Hitung-hitung sebagai pembuktian kepada

nenek bahwa aku tidak

bersalah.

"Suatu hari pulang kerja,aku melihat dia

duduk didepan ruang tamu.

Ruangan penuh dengan asap rokok dan ada selembar

kertas diatas meja,

tidak perlu tanya aku juga tahu surat apa itu.2

bulan hidup sendiri, aku

sudah bisa mengontrol emosi. Sambil membuka mantel

dan topi aku berkata

kepadanya:"" Tunggu sebentar, aku akan

segera menanda tanganinya"" .Dia

melihatku dengan pandangan awut-awutan demikian

juga aku. Aku berkata

pada diri sendiri, jangan menangis, jangan

menangis. Mata ini terasa

sakit sekali tetapi aku terus bertahan agar air

mata ini tidak keluar.

Selesai membuka mantel, aku berjalan ke arahnya

dan ternyata dia

memperhatikan perutku yg agak membuncit. Sambil

duduk di kursi, aku

menanda tangani surat itu dan menyodorkan

kepadanya."" Lu Di, kamu

hamil?"" Semenjak nenek meninggal,

itulah pertama kali dia berbicara

kepadaku.. Aku tidak bisa lagi membendung air

mataku yg menglir keluar

dengan derasnya. Aku menjawab:""Iya,

tetapi tidak apa-apa.. Kamu sudah

boleh pergi"".Dia tidak pergi, dalam

keremangan ruangan kami saling

berpandangan. . Perlahan-lahan dia membungkukan

badannya ke tanganku, air

matanya terasa menembus lengan bajuku.Tetapi di

lubuk hatiku, semua

sudah berlalu, banyak hal yg sudah pergi dan tidak

bisa diambil kembali.

"Entah sudah berapa kali aku mendengar dia

mengucapkan kata:"Maafkan

aku, maafkan aku". Aku pernah berpikir untuk

memaafkannya tetapi tidak

bisa. Tatapan matanya di cafe itu tidak akan

pernah aku lupakan.Cinta

diantara kami telah ada sebuah luka yg menganga.

Semua ini adalah sebuah

akibat kesengajaan darinya.

Berharap dinding es itu akan mencair, tetapi yang

telah berlalu tidak

akan pernah kembali.Hanya sewaktu memikirkan

bayiku, aku bisa bertahan

untuk terus hidup. Terhadapnya, hatiku dingin

bagaikan es, tidak pernah

menyentuh semua makanan pembelian dia, tidak

menerima semua hadiah

pemberiannya tidak juga berbicara lagi dengannya.

Sejak menanda tangani

surat itu, semua cintaku padanya sudah berlalu,

harapanku telah lenyap

tidak berbekas.

Kadang dia mencoba masuk ke kamar untuk tidur

bersamaku, aku segera

berlalu ke ruang tamu, dia terpaksa kembali ke

kamar nenek. Malam hari,

terdengar suara orang mengerang dari kamar nenek

tetapi aku tidak

perduli. Itu adalah permainan dia dari dulu. Jika

aku tidak perduli

padanya, dia akan berpura-pura sakit sampai aku

menghampirinya dan

bertanya apa yang sakit. Dia lalu akan memelukku

sambil tertawa

terbahak-bahak. Dia lupa........ . , itu adalah

dulu, saat cintaku masih

membara, sekarang apa lagi yg aku miliki?

Begitu seterusnya, setiap malam aku mendengar

suara orang mengerang

sampai anakku lahir. Hampir setiap hari dia selalu

membeli barang-barang

perlengkapan bayi, perlengkapan anak-anak dan

buku-buku bacaan untuk

anak-anak. Setumpuk demi setumpuk sampai kamarnya

penuh sesak dengan

barang-barang. Aku tahu dia mencoba menarik

simpatiku tetapi aku tidak

bergeming. Terpaksa dia mengurung diri dalam

kamar, malam hari dari

kamarnya selalu terdengar suara pencetan keyboard

komputer. Mungkin dia

lagi tergila-gila chatting dan berpacaran di dunia

maya pikirku. Bagiku

itu bukan lagi suatu masalah.

Suatu malam di musim semi, perutku tiba-tiba

terasa sangat sakit dan aku

berteriak dengan suara yg keras. Dia segera

berlari masuk ke kamar,

sepertinya dia tidak pernah tidur. Saat inilah yg

ditunggu-tunggu

olehnya. Aku digendongnya dan berlari mencari

taksi ke rumah sakit.

Sepanjang jalan, dia mengenggam dengan erat

tanganku, menghapus keringat

dingin yg mengalir di dahiku. Sampai di rumah

sakit, aku segera

digendongnya menuju ruang bersalin. Di punggungnya

yg kurus kering, aku

terbaring dengan hangat dalam dekapannya.

Sepanjang hidupku, siapa lagi

yg mencintaiku sedemikian rupa jika bukan dia?

Sampai dipintu ruang bersalin, dia memandangku

dengan tatapan penuh

kasih sayang saat aku didorong menuju persalinan,

sambil menahan sakit

aku masih sempat tersenyum padanya. Keluar dari

ruang bersalin, dia

memandang aku dan anakku dengan wajah penuh dengan

air mata sambil

tersenyum bahagia. Aku memegang tangannya, dia

membalas memandangku

dengan bahagia, tersenyum dan menangis lalu

terjerambab ke lantai. Aku

berteriak histeris memanggil namanya.

Setelah sadar, dia tersenyum tetapi tidak bisa

membuka matanya...aku

pernah berpikir tidak akan lagi meneteskan sebutir

air matapun untuknya,

tetapi kenyataannya tidak demikian, aku tidak

pernah merasakan sesakit

saat ini. Kata dokter, kanker hatinya sudah sampai

pada stadium

mematikan, bisa bertahan sampai hari ini sudah

merupakan sebuah

mukjijat. Aku tanya kapankah kanker itu

terdeteksi? 5 bulan yg lalu kata

dokter, bersiap-siaplah menghadapi kemungkinan

terburuk. Aku tidak lagi

perduli dengan nasehat perawat, aku segera pulang

ke rumah dan ke kamar

nenek lalu menyalakan komputer.

Ternyata selama ini suara orang mengerang adalah

benar apa adanya, aku

masih berpikir dia sedang bersandiwara. ....Sebuah

surat yg sangat panjang

ada di dalam komputer yg ditujukan kepada anak

kami."Anakku, demi dirimu

aku terus bertahan, sampai aku bisa melihatmu. Itu

adalah harapanku. Aku

tahu dalam hidup ini, kita akan menghadapi semua

bentuk kebahagiaan dan

kekecewaan, sungguh bahagia jika aku bisa

melaluinya bersamamu tetapi

ayah tidak mempunyai kesempatan untuk itu. Didalam

komputer ini, ayah

mencoba memberikan saran dan nasehat terhadap

segala kemungkinan hidup

yg akan kamu hadapi. Kamu boleh mempertimbangkan

saran ayah.

"""Anakku, selesai menulis surat

ini, ayah merasa telah menemanimu hidup

selama bertahun -tahun. Ayah sungguh bahagia.

Cintailah ibumu, dia

sungguh menderita, dia adalah orang yg paling

mencintaimu dan adalah

orang yg paling ayah cintai"".

Mulai dari kejadian yg mungkin akan terjadi sejak

TK, SD, SMP, SMA

sampai kuliah, semua tertulis dengan lengkap

didalamnya. Dia juga

menulis sebuah surat untukku.""Kasihku,

dapat menikahimu adalah hal yg

paling bahagia aku rasakan dalam hidup ini.

Maafkan salahku, maafkan aku

tidak pernah memberitahumu tentang penyakitku. Aku

tidak mau kesehatan

bayi kita terganggu oleh karenanya. Kasihku, jika

engkau menangis

sewaktu membaca surat ini, berarti kau telah

memaafkan aku. Terima kasih

atas cintamu padaku selama ini. Hadiah-hadiah ini

aku tidak punya

kesempatan untuk memberikannya pada anak kita.

Pada bungkusan hadiah

tertulis semua tahun pemberian

padanya""."

Kembali ke rumah sakit, suamiku masih terbaring

lemah. Aku menggendong

anak kami dan membaringkannya diatas dadanya

sambil berkata: "Sayang,

bukalah matamu sebentar saja, lihatlah anak kita.

Aku mau dia merasakan

kasih sayang dan hangatnya pelukan

ayahnya".Dengan susah payah dia

membuka matanya, tersenyum... ......... ...anak

itu tetap dalam dekapannya,

dengan tangannya yg mungil memegangi tangan

ayahnya yg kurus dan lemah.

Tidak tahu aku sudah menjepret berapa kali momen

itu dengan kamera di

tangan sambil berurai air mata........ . .........

...

sahabat terkasih, aku sharing cerita ini kepada

sahabat, agar kita semua

bisa menyimak pesan dari cerita ini.Mungkin saat

ini air mata kalian

sedang jatuh mengalir atau mata masih sembab

sehabis menangis, ingatlah

pesan dari cerita ini :"Jika ada sesuatu yg

mengganjal di hati diantara

kalian yg saling mengasihi, sebaiknya utarakanlah

jangan simpan didalam

hati. Siapa tau apa yg akan terjadi besok? Ada

sebuah pertanyaan: Jika

kita tahu besok adalah hari kiamat, apakah kita

akan menyesali semua hal

yg telah kita perbuat? atau apa yg telah kita

ucapkan? Sebelum segalanya

menjadi terlambat, pikirlah matang2 semua yg akan

kita lakukan sebelum

kita menyesalinya seumur hidup...!!

Semoga Bermanfaat

Sumber :ERNY SUSANTI

Foto2 : Hanya ilustrasi

Jakarta,1 Maret 2010

Love you All Cause of Allah

♥♥ ♥♥

♥♥ Al faqir Ilmu Nadia Saleh Alatas ♥♥

0 komentar: