twitter


Wednesday, 14 January 2009 07:38


Syeikh Qaradhawi mengatakan, satu real yang kita belanjakan untuk produk
Israel dan AS, sama dengan satu peluru merobek tubuh anak Palestina



Hidayatullah.com--

Semenjak Israel menyerang keji kaum Muslim di Jalur Gaza, Palestina, banyak desakan masyarakat Islam melakukan boikot produk-produk Yahudi.
Sebelumnya, tepat hari Ahad, 8 Oktober 2000, Al-Jazira News Network, sebuah stasiun
Televisi di Qatar, menyiarkan sebuah acara wawancara dengan Syeikh DR.
Yusuf Al-Qaradhawi. Dalam acara bertema ”Palestina dan Kewajiban Jihad
bagi Setiap Muslim”, Syeikh al-Qaradhawi mengemukakan sebuah fatwa,
bahwa "memboikot produk-produk buatan Israel dan Amerika adalah
kewajiban bagi seluruh Muslim di seluruh dunia."


Qaradhawi mengatakan bahwa setiap dollar yang kita bayarkan untuk sebotol
Coca-Cola, misalnya, akan menjadi sebuah peluru yang dalam persenjataan
perang orang-orang Amerika atau Israel akan dibidikkan langsung ke arah
kita. Beliau mengatakan bahwa adalah haram dalam hal ini.

"Kita telah menyumbangkan uang kita setiap harinya kepada McDonalds, KFC, Burger
King dsb, tanpa memikirkan akan kemana uang itu pergi? Menurut pendapat
saya, setiap Muslim harus bertanggung jawab dalam hal ini, atas
keluarga dan gaya hidup mereka. Lihatlah kepada orang-orang Amerika
yang telah mem-Veto resolusi PBB untuk mengutuk aksi tentara Israel di
Palestina. Jika mereka itu adalah pemelihara perdamaian, seperti yang
mereka klaim, mungkinkah mereka melakukannya?," tegasnya.

Selanjutnya beliau menyerukan : "Wahai Manusia, tidakkah kalian berfikir? Tidakkah
kalian tidak memiliki perasan lagi? Tidakkah kalian merasakan kepahitan
negara-negara Arab dan Islam dalam hal ini? Darah yang paling murah
adalah darah kita! Kita telah menjadi kelinci percobaan bagi
senjata-senjata dan peluru-peluru serta teknologi mereka. Persenjataan
perang ini didanai oleh uang kita, dalam gaya hidup konsumerisme yang
mereka paksakan pada kita. Saya bertanya kepada Anda semua, dengan nama
Allah, Muslim dan Kristen. Saya bertanya kepada Anda semua, atas nama
ribuan orang yang mati di tangan teroris-teroris itu pada tahun 1948,
1967, 1973 di Qana, di dir Yassin, Di Bahr Al-Bakar, di jalur Gaza dan
di Al-Quds?.

Dalam kesempatan lain, Syeikh al-Qaradhawi juga mengatakan, "Satu real (mata uang Arab-red) yang Anda keluarkan untuk membeli produk Israel dan AS, sama dengan satu peluru
yang akan merobek tubuh saudara Anda di Palestina."

Suara dari Indonesia

Nah, bagaimana dengan suara kaum Muslim di Indonesia. Alhamdulillah, umumnya
semua sama. Meski ada sedikit perbedaan. Imam Besar Masjid Istiqlal,
Prof. DR. KH. Ali Mustofa Ya’kub, misalnya mengatakan, cara yang
efektif yang dapat membuat jera Amerika (yang selama ini sanantiasa
berada dibalik aksi Israel) adalah memboikot produk dan perusahaan yang
mendukung agresi Israel.

Namun, diakuinya boikot di Indonesia tidaklah mudah, namun menurut pakar
hadist ini, pemboikotan secara tidak langsung dapat merugikan
kepentingan Amerika dan Israel. Dengan aksi ini, berharap AS
mempertimbangkan kembali dukungannya terhadap Negara keji bernama
Israel.

Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) pusat, KH. Ma’ruf Amin, mengatakan, memboikot produk Yahudi merupakan
pressure (tekanan) secara ekonomis yang
dapat memberikan efek jera Yahudi dan Amerika. Jika boikot ramai
dilakukan di Indonesia, dan di negara-negara islam seperti Arab,
niscaya Amerika lambat laun akan merugi dan mempertimbangkan
dukungannya terhadap Israel. Sebab, diakui ketua MUI ini, yang dapat
men-stop kebrutalan Israel adalah Amerika. Jika Amerika tetap saja
mendukung, maka Israel akan bersikukuh menggempur Gaza.


Oleh karena itu, memboikot produk Yahudi sangat dianjurkan. Dan hal teringan yang
dapat kaum muslim lakukan di Indonesia. Walau, diakui Ma’ruf boikot
bila dilakukan Indonesia saja akan kurang efektif jika tidak bersinergi
dengan Negara-negara lain, namun hal itu sebagai bentuk solidaritas
kita terhadap muslim Gaza yang sedang dilanda krisis kemanusiaan luar
biasa.”katanya.


Perdebatan seputar efektif dan tidaknya seputar boikot menurut Ma’ruf jangan
diperpanjang lagi. Sebab, boikot ditinjau dari segi manapun sangat
berdasar. Dalam Islam, tindakan memboikot produk Yahudi dapat
dikategorikan men ta’zir (menghukum) yang befungsi sebagai efek jera terhadap Amerika. Walau memang harus ada yang dikorbankan. Dan tentunya masyarakat yang
berkerja di sektor-sektor ekonomi Yahudi. Namun, kemafsadatan nya lebih
kecil ketimbang memboikot produk Yahudi yang berfungsi menghentikan
agresi Israel.


Alasan Syar’i

Menurut guru besar ilmu hadist pada Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran di Jakarta ini,
ada tiga alasa fikihnya jika boikot digunakan.
Pertama adalah kaidah fikih yang berbunti,
“Memprioritaskan kepentingan lebih besar, ketimbang kepentingan kecil”(Al-drarar yuzâl).
Kedua, kaidah fikih yang mengatakan, “Mencegah kerusakan itu didulukan daripada membuat kebaikan“ (Darul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih).
Terakhir, “Kebijakan pemimpin, harus dikaitkan dengan kepentingan rakyat” (Tasarraful imam ‘ala ar-ra’iyyah manuutun bil maslahah). Inilah yang kemudian dilakukan pemerintah Malaysia yang secara resmi menginstruksikan boikot.

Selain alasan kaidah fikih, menurut Musthafa Ya’kub, ada juga hadist yang menguatkan hal itu. Bunyinya, “Unsur akhaka, dholiman
au madhluuman. Qaaluu ya Rasulullah, Nansuruuhu Madhluuman, fakaifa nanshuruuhu dholiman. Qaala, ya’hudu fauqa yadaihi.” (Tolonglah saudaramu yang
dzalim atau yang didzalimi (teraniaya). Para shahabat bertanya: “Wahai Rasulullah. Kami jelas akan menolong yang didzalimi, lalu bagaimana kami menolong saudara kami yang
dzalim?” Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Yakni kamu tahan tangannya agar tidak berbuat dzalim.” (Shahih, HR. Al-Bukhari)

Menurut Mustofa, korelasi dalil-dalil tersebut sangat kohern dengan kebijakan
boikot. Bahwa kezhaliman yang dilakukan oleh Israel terhadap muslim
Gaza harus segera diakhiri. Adapun kemaslahatan dari produk Yahudi di
Indonesia lebih kecil. Sebab, dengan demikian dapat menekan Amerika
untuk mencabut dukungannya terhadap Isreal.


Soal kaidah ushul, senada dengan Mustafa Ya’kub, Ma’ruf Amin juga mengatakan, kaedah, “Darul mafasid, muqoddamu ‘ala jalbil masholih”
(Menolak kerugian itu, harus diutamakan dari mendahulukan kepentingan).
Juga kaedah “Bahaya yang lebih kecil dipilih untuk mencegah bahaya yang
lebih besar” (al dharar al ashadd yuzaalu bi al dharar al akhaff).


Tapi bagi Prof. Dr. Ahmad Zahro, dosen Pascasarjana Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Surabaya, menyarankan, sebelum diserukannya boikot harusnya
dilakukan riset “ahhaqu dhorurot” terlebih dahulu. Jika boikot ternyata lebih banyak manfaatnya untuk kamaslahatan sudah harus dilakukan boikot. Namun, jika lebih banyak
kemafsadatanya bagi masyarakat, maka harus dipertimbangkan. Karena
menurutnya, masyarakat banyak di-PHK dan akan menjadi miskin gara-gara
sektor-sektor ekonomi yang dimiliki Amerika ditutup.


Tapi Ma’ruf Amin, menolak argument Zahro. Menurut Ma’ruf, ribuan korban luka dan hampir 1o00 orang meninggal merupakan kemudhoraotan besar yang harus dihilangkan. “Jadi tidak perlu diadakan riset (penelitian) untuk menghitung unsur “ahaqqu dhorurot”-nya, sebab
hal itu sudah jelas,” terang Ma’ruf.

Ma’ruf juga mengatakan bahwa derita yang dialami muslim Gaza adalah musibah besar
yang menuntut setiap Muslim untuk membantunnya. “Jadi, salah jika ada
yang mengatakan bahwa konflik Palestina soal rebutan tanah, itu soal
agama,” tandasnya. Ma’ruf juga prihatin atas sikap apatisme sebagian
masyrakat yang melihat sebelah mata kasus Palestina. Seperti menolak
membantu warga Gaza karena masih banyak warga Indonesia yang juga
membutuhkan. “Masyarakat jangan dikotomis dalam menilai. Islam tidak
memandang territorial, yang namannya Muslim baik di Gaza, Monokwari dan
Papua, itu saudara kita yang harus ditolong,” katanya.

Senada dengan Mustafa dan Ma’ruf Amin, Abdurahman Nafis, Ketua bidang Fatwa MUI Jatim
mengatakan, boikot adalah jenis “perang ekonomis’. Karena dengan boikot
berarti, sama saja menolak dan menentang Amerika. Hal ini disebutkan
Allah bahwa kaum Muslim harus menolak untuk saling tolong menolong
(ta’awun) dalam kejahatan. Nafis menyitir (Q.S. al-Ma'idah ayat 2).
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebaikan dan takwa, dan jangan kamu tolong-menolong dalam berbuat dosa
dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah
amat berat siksaan-Nya.”


“Jika kita tidak bisa berperang secara militer, maka ekonomi juga bisa membantu,” ujarnya.

Sementara itu, dosen Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIL) Pondok Pesantren
Hidayatullah Surabaya, Abdul Kholiq, Lc mengatakan, dua alasan penting
melakukan boikot.
Pertama, seruan hal jihad Rasulullah. Baik dengan harta dan jiwa. "Perangilah kaum musyrik itu dengan harta, jiwa dan lisan kalian." (HR.Abu Dawud dan Nasa'i).
Kedua, pendapat Imam Malik bahwa perbuatan yang dilarang, jika mengekspor komoditas ke negara “musuh” (dar al-harb). Sebab yang demikian itu berarti memperkuat “musuh”. Sementara beliau membolehkan impor atau pedagang kafir datang menyuplai komoditas untuk kaum Muslimin (Abd al-Rahman Ibn al-Qasim al-Maliki, al-Mudawwanah: X, 102, Wahbah al-Zuhaili, Atsar al-Harb fi al-fiqh al-Islami, 513).

Hal ini dapat dipahami sebab kaum Muslimin saat itu berposisi kuat dalam perdagangan yaitu sebagai pihak yang mencukupi, hingga sanksi ekonomi dapat diterapkan dalam
bentuk embargo. Namun dalam kondisi kaum Muslimin saat ini yang
mayoritas adalah penikmat dan penyetor keuntungan bagi produk Yahudi
dan sekutunya, maka harus disikapi dengan boikot. Sementara itu seorang
Muslim ataupun negara Islam yang menyuplai kebutuhan vital untuk musuh
seperti minyak dan sebagai maka, wajib untuk mengembargo.

Saat ini, ribuan milyar dollar kekayaan para emir dan pengusaha Arab di parkir di Amerika dan Eropa adalah suntikan darah segar bagi dana pengembangan ekonomi, teknologi
dan persenjataan “musuh” tersebut. Pada gilirannya “musuh” semakin kuat
sementara para milyarder semakin ketakutan dan semakin tunduk
mengabdi kepada “musuh” itu. Sungguh merupakan cara pandang yang cerdik
dan berwawasan jauh apa yang dikemukakan Imam Malik penting untuk kita
aplikasikan.

Pada prinsipnya, semua setuju dengan langkah boikot. Abdurrahman Nafis
memberi catatan, boikot akan lebih efektif jika dilakukan oleh seluruh
negara-negara Islam, terutama di Timur Tengah.

Secara teknis Ahmad Zahro menjelaskan, jika Arab Saudi atau Mesir, memboikot produk
Amerika dan tidak perlu mengekspor miyaknya ke Amerika dan Israel, maka
aka dapat dirasakan dampaknya secara langsung oleh Amerika. Oleh karena
itu, dia juga menghimbau agar Indonesia berkonsolidasi dan bersinergi
dengan Negara-negara arab dalam memboikot produk Yahudi.


Apapun itu, kata Zahro, melakukan hal kecil jauh lebih baik daripada tak melakukan apa-apa. Sebagaimana kaidah ushul fikh, “Maa laa yudraku kulluh la yutraku kulluh” (apa yang tidak bisa dicapai semua janganlah kemudian meninggalkan semua).


Dengan demikian, penjelasan beberapa pakar ini dapatlah disimpulkan menjadi 5 poin;

1. Membeli produknya berarti menyumbang biaya kejahatan

2. Membeli produknya berarti menyumbang biaya pembunuhan kepada saudara seiman

3. Membeli produknya berarti bunuh diri

4. Membeli produknya berarti memperkuat musuh

5. Yahudi menyatakan membeli produknya berarti telah menjadi Yahudi.

0 komentar: